Omah Fakta – Pemerintah baru Suriah mengungkapkan kesiapan penuh untuk bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan syarat Israel menarik diri dari zona demiliterisasi yang saat ini diduduki oleh pasukan Israel di Dataran Tinggi Golan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah pertemuan yang digelar di Damaskus pada Rabu, yang melibatkan Menteri Luar Negeri Suriah, Assad al-Shaibani, Menteri Pertahanan Murhaf Abu Qasra, serta delegasi PBB yang dipimpin oleh Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Operasi Perdamaian, Jean-Pierre Lacroix, dan Mayor Jenderal Patrick Gauchat, yang menjabat sebagai kepala sementara Pasukan Pengamat Pelepasan PBB (UNDOF).
Dalam pertemuan itu, Suriah menegaskan bahwa pihaknya siap untuk bekerja sama dengan PBB sepenuhnya dan menempatkan pasukan mereka di sepanjang perbatasan sesuai dengan mandat yang telah diberikan pada tahun 1974. Namun, kerja sama ini hanya akan dilaksanakan jika pasukan Israel segera menarik diri dari wilayah yang dimaksud. PBB, melalui perwakilannya, juga menyampaikan komitmen mereka untuk menyelesaikan permasalahan ini serta memulihkan stabilitas di kawasan tersebut.
Pertemuan ini dilakukan setelah pernyataan dari Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Selasa (28/1), yang menyatakan bahwa pasukan Israel tidak akan mundur dari zona demiliterisasi yang diduduki di Dataran Tinggi Golan dan bahwa mereka akan tetap berada di wilayah itu tanpa batas waktu yang jelas.
Sejak awal Desember 2024, tentara Israel telah menduduki wilayah tersebut, yang bertentangan dengan Perjanjian Pelepasan 1974 antara Israel dan Suriah. Pendudukan ini memperluas kontrol Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang sebagian besar telah mereka kuasai sejak Perang Timur Tengah pada 1967.
Pemimpin Israel saat itu, Benjamin Netanyahu, mengklaim bahwa pendudukan zona demiliterisasi itu bersifat “sementara” namun tidak mencantumkan tanggal pasti terkait penarikan pasukan Israel dari wilayah yang disengketakan tersebut.
Sementara itu, situasi politik di Suriah juga telah mengalami perubahan signifikan. Setelah hampir 25 tahun memimpin negara, Presiden Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia pada 8 Desember 2024, setelah kelompok anti-pemerintah menguasai Damaskus. Kepergian Assad menandai berakhirnya kekuasaan Partai Baath yang telah memerintah Suriah sejak 1963. Pemerintahan baru yang kini dipimpin oleh Ahmed Al-Sharaa telah mengambil alih kendali negara, dan di bawah kepemimpinannya, Suriah berharap bisa mengatasi berbagai masalah domestik dan internasional, termasuk ketegangan dengan Israel mengenai Dataran Tinggi Golan.
Kedepannya, Suriah berharap agar peran PBB bisa lebih aktif dalam menyelesaikan masalah ini, sekaligus memastikan bahwa hak-hak mereka atas wilayah yang diduduki Israel dapat dipulihkan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Pihak Suriah menyatakan bahwa mereka berharap dengan adanya kerja sama internasional ini, stabilitas di wilayah tersebut dapat terjaga, dan konflik yang berlangsung lama antara kedua negara bisa menemukan jalan keluar yang damai.