Omah Fakta – Pada Senin malam, 27 Januari, Saraya Al-Quds, sayap militer dari Gerakan Jihad Islam, menyiarkan sebuah video yang memperlihatkan tawanan Israel, Arbel Yehud, yang ditahan di Gaza. Video tersebut direkam dua hari sebelumnya dan menunjukkan Yehud menghubungi keluarganya dengan kabar bahwa dirinya dalam keadaan baik. Dalam video itu, Yehud menyampaikan harapan besar untuk bisa segera kembali ke rumah mereka.
Yehud, yang menyebutkan dirinya sebagai mantan tentara di angkatan bersenjata Israel, mengungkapkan, “Keluargaku, aku baik-baik saja, aku sangat merindukan kalian, dan aku berharap bisa segera kembali kepada kalian seperti para gadis yang telah dibebaskan. Aku bersama Saraya Al-Quds dan aku dalam keadaan baik.”
Dia menambahkan, “Aku berasal dari Kibbutz Nir Oz, lahir pada 21 Juni 1995, dan aku bertugas di angkatan bersenjata Israel dari Oktober 2013 hingga Oktober 2015 dengan nomor militer 8086762.”
Dalam permohonan kepada Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump, Yehud meminta agar semua pihak berusaha untuk memastikan gencatan senjata dapat terus berlangsung. Hal itu akan memungkinkan tawanan Israel, seperti dirinya, dan tahanan Palestina untuk kembali ke rumah mereka dengan selamat.
Hingga pukul 19:25 GMT, belum ada komentar dari pihak Israel maupun Amerika Serikat mengenai video tersebut.
Israel menyatakan bahwa penahanan Yehud menjadi alasan untuk menunda pengembalian warga Palestina yang terpaksa mengungsi dari Gaza utara. Sebelumnya, pada 25 Januari, Netanyahu mengaitkan pemulangan ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi dengan pembebasan Yehud.
Media Israel menyebutkan bahwa status Yehud menjadi salah satu isu yang dipermasalahkan. Faksi-faksi perlawanan Palestina berpendapat bahwa Yehud adalah personel militer, sementara sumber-sumber dari Israel bersikukuh bahwa dia adalah seorang warga sipil. Situs berita Israel, Walla, melaporkan bahwa Yehud ditahan oleh sayap militer Jihad Islam dan telah diklasifikasikan sebagai seorang tentara berdasarkan partisipasinya dalam program militer Israel.
Sementara itu, Hamas melalui perantara mengonfirmasi bahwa Yehud, yang berusia 29 tahun, masih hidup dan dalam keadaan sehat. Kelompok perlawanan Palestina tersebut mengindikasikan rencana untuk membebaskan Yehud pada hari Sabtu, meskipun pejabat Israel mengungkapkan keraguan terkait jaminan tersebut.
Pada Ahad, 26 Januari, Qatar mengumumkan adanya pemahaman baru antara Hamas dan Israel. Kesepakatan itu mencakup kembalinya warga Palestina yang mengungsi ke Gaza mulai Senin, sebagai imbalan atas pembebasan Yehud bersama dua tawanan lainnya sebelum hari Jumat, 31 Januari. Hamas juga setuju untuk membebaskan tiga tawanan tambahan pada Sabtu, 1 Februari, sesuai kesepakatan tersebut.
Setelah pengumuman itu, militer Israel memastikan bahwa warga Palestina yang mengungsi dari Gaza utara dapat mulai kembali ke rumah mereka pada Senin pagi. Gencatan senjata di Gaza dimulai pada 19 Januari dan menangguhkan perang yang telah menewaskan lebih dari 47.300 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak. Perang ini juga melukai lebih dari 111.400 orang sejak dimulai pada 7 Oktober 2023.
Selain itu, tindakan Israel di Gaza telah memicu salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia, dengan lebih dari 11.000 orang hilang dan kehancuran luas yang mengakibatkan krisis kemanusiaan yang merenggut nyawa banyak orang tua dan anak-anak. Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November lalu terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional terkait perang yang dilancarkannya di Gaza, yang menimbulkan dampak sangat buruk pada warga Palestina dan menciptakan ketegangan yang lebih besar di kawasan tersebut.