Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kehutanan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut), telah menangkap dua warga asal Sukabumi, Jawa Barat, yang diduga terlibat dalam perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi ke luar negeri. Penangkapan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam memberantas perdagangan ilegal satwa liar yang mengancam kelestarian ekosistem.
Menurut siaran pers yang diterima di Sukabumi pada Rabu (19/3), Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Ditjen Gakkum Kemenhut RI, Rudianto Saragih Napitu, menyampaikan bahwa kedua pelaku ditangkap di salah satu wilayah di Kabupaten Sukabumi pada Selasa (18/3). Kedua tersangka yang diamankan masing-masing berinisial BH (32) dan NJ (23).
Omah Fakta – Dari hasil penyelidikan, BH diketahui sebagai pemilik bagian tubuh satwa dilindungi, sedangkan NJ berperan sebagai penjual yang mengekspor barang tersebut ke luar negeri. Saat penangkapan, tim Ditjen Gakkum Kemenhut juga menyita berbagai barang bukti yang berasal dari satwa dilindungi. Barang bukti tersebut meliputi 70 tengkorak primata seperti orang utan, beruk, dan monyet, enam paruh rangkong, dua tengkorak beruang, dua tengkorak babi rusa, delapan kuku beruang, dua gigi ikan hiu, serta empat tengkorak musang.
Bagian tubuh satwa ini diketahui telah diperjualbelikan secara daring kepada kolektor di luar negeri, termasuk ke Amerika Serikat. Dugaan keterlibatan tersangka dalam perdagangan satwa liar ilegal ini terungkap setelah adanya laporan dari United States Fish and Wildlife Service (USFWS). Sekitar dua pekan sebelumnya, lembaga tersebut melaporkan adanya penyitaan kiriman tumbuhan dan satwa liar (TSL) asal Indonesia di Amerika Serikat.
Menindaklanjuti informasi tersebut, Tim Patroli Siber Ditjen Gakkum Kemenhut segera melakukan pelacakan terhadap akun penjualan yang digunakan oleh para pelaku. Dari hasil investigasi, kedua tersangka berhasil ditangkap di wilayah Sukabumi.
Berdasarkan pengakuan mereka, perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi ini telah dilakukan selama satu tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, transaksi penjualan ke luar negeri telah terjadi sebanyak 10 kali, dengan tujuan utama ke Amerika Serikat dan Inggris.
Akibat perbuatannya, BH dan NJ dikenakan pasal 40A ayat (1) huruf f jo pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hukuman yang diancamkan dalam pasal tersebut mencakup pidana penjara maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp5 miliar.
Saat ini, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Gakkum Kehutanan Kemenhut RI masih terus mengembangkan kasus ini guna mengungkap kemungkinan keterlibatan jaringan perdagangan satwa liar lainnya.
Rudianto menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian sumber daya alam hayati Indonesia, terutama satwa yang dilindungi. Penegakan hukum yang tegas dinilai penting untuk melindungi keanekaragaman hayati serta menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan konservasi.
Selain itu, hukuman berat terhadap pelaku perdagangan ilegal satwa dilindungi diharapkan dapat memberikan efek jera. Dengan adanya tindakan tegas, diharapkan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang dan menjadi peringatan bagi pihak lain yang berpotensi melakukan pelanggaran serupa.
Dengan terus diperketatnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar ilegal, diharapkan perlindungan terhadap satwa dilindungi di Indonesia semakin kuat.