Omah Fakta – Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, mengungkapkan keyakinannya bahwa proses ekstradisi terhadap Paulus Tannos, buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el, akan berjalan lancar. Hal ini meskipun Tannos memiliki paspor dari Republik Guinea-Bissau, yang sebelumnya menimbulkan kekhawatiran terkait status kewarganegaraannya. Menurut Willy, hubungan diplomatik yang erat antara Indonesia dan Singapura akan mempermudah proses ekstradisi tersebut.
Willy menambahkan bahwa pihak Singapura akan mempertimbangkan hubungan lama dan erat yang dimiliki Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, Singapura kemungkinan besar tidak akan mengizinkan seseorang untuk berlindung dengan alasan kekebalan diplomatik terkait kewarganegaraan yang dimiliki, terlebih jika orang tersebut terlibat dalam kejahatan yang terjadi di wilayah Singapura.
Terkait hal ini, Willy juga menekankan bahwa Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk mengupayakan kepulangan Paulus Tannos ke Indonesia agar dapat menjalani proses hukum atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Ia optimistis bahwa Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum) RI akan berhasil membawa Tannos kembali ke tanah air.
Selain itu, Willy menegaskan bahwa kementerian dan lembaga terkait, termasuk KPK dan aparat penegak hukum lainnya, akan bekerja sama untuk segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan guna mengajukan ekstradisi Tannos ke pemerintah Singapura. Ia percaya bahwa koordinasi antara instansi tersebut tidak akan menemui hambatan berarti, apalagi dengan adanya upaya kolaborasi yang telah dilakukan oleh Menkum dalam mengunjungi berbagai kementerian.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas juga mengungkapkan keyakinannya bahwa pengajuan ekstradisi terhadap Tannos akan berjalan lancar meskipun ia memiliki paspor dari Guinea-Bissau. Supratman menyatakan bahwa permintaan ekstradisi yang diajukan oleh Indonesia ke Singapura sudah sangat kooperatif dan mendapatkan respons positif dari pihak Singapura. Bahkan, saat ini Tannos sudah ditahan oleh pihak berwenang Singapura, meskipun terdapat kabar bahwa Guinea-Bissau juga mengajukan permohonan ekstradisi untuk Tannos.
Menkum Supratman menjelaskan bahwa meskipun Guinea-Bissau turut mengajukan ekstradisi Tannos, Indonesia tetap memiliki alasan yang kuat untuk meminta ekstradisi tersebut, mengingat bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan Tannos terjadi di Indonesia dan Tannos masih berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI). Pemerintah Indonesia, menurutnya, sangat optimistis bahwa Singapura akan memenuhi permintaan ekstradisi yang diajukan oleh Indonesia, mengingat kerjasama baik yang telah terjalin antara kedua negara.
Proses teknis terkait percepatan pengajuan ekstradisi, seperti yang disebutkan oleh Menkum Supratman, merupakan kewenangan Kementerian Luar Negeri RI. Hal ini terkait dengan kelengkapan dokumen-dokumen administrasi yang dibutuhkan untuk mendukung proses ekstradisi. Kemenkum hingga kini masih berfokus untuk menyelesaikan dokumen pengajuan ekstradisi Paulus Tannos ke Singapura, yang direncanakan akan diserahkan paling lambat pada 3 Maret 2025.
Dengan demikian, meskipun ada beberapa hambatan teknis yang mungkin timbul, baik Willy Aditya maupun Menkum Supratman optimistis bahwa dengan adanya kolaborasi antara kementerian terkait dan kerja sama diplomatik yang kuat, ekstradisi Paulus Tannos dapat diselesaikan dengan lancar. Pemerintah Indonesia pun berharap agar proses hukum dapat segera dilanjutkan di tanah air, memberi keadilan bagi negara atas kasus korupsi besar yang melibatkan mantan pejabat tersebut.