Omah Fakta – Dinas Imigrasi Selandia Baru mulai memberlakukan kebijakan baru yang mengharuskan warga Israel yang mengajukan visa ke negara tersebut untuk melaporkan secara rinci riwayat aktivitas militer mereka. Kebijakan ini diberlakukan setelah sejumlah media Israel melaporkan hal tersebut pada Selasa. Salah satu tentara Israel yang diketahui terlibat dalam agresi ke Jalur Gaza dilaporkan ditolak masuk ke Selandia Baru setelah melaporkan riwayat militer dirinya.
Pihak Imigrasi Selandia Baru meminta warga Israel yang berusia dalam batas kewajiban militer untuk memberikan informasi detail mengenai keterlibatan mereka dalam dinas militer Israel, terutama bagi mereka yang mengajukan visa wisata. Para pemohon visa diharuskan melaporkan apakah mereka pernah berdinas di militer Israel dan apakah mereka merupakan anggota cadangan militer aktif. Hal ini dikarenakan menurut hukum Israel, setiap warga negara yang berusia 18 tahun diwajibkan untuk mengikuti dinas militer nasional.
Selain itu, pengajuan visa juga mengharuskan pemohon untuk mengisi kuesioner secara rinci mengenai riwayat dinas militer mereka. Kuesioner tersebut meminta informasi tentang tanggal mulai berdinas, tempat bertugas, unit asal, kamp militer yang ditempati, serta pangkat dan nomor identitas ketentaraan. Pemohon juga diminta untuk menjelaskan apakah mereka pernah terlibat dalam dinas intelijen, dinas penegakan hukum tertentu, atau kelompok yang terlibat dalam pelanggaran HAM atau kekerasan untuk kepentingan politik.
Lebih lanjut, kuesioner tersebut juga mengajukan pertanyaan mengenai kemungkinan keterlibatan pemohon dalam kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau pelanggaran hak asasi manusia. Bagi pemohon yang tidak dapat melaporkan secara jelas riwayat dinas militer mereka karena alasan keamanan, Imigrasi Selandia Baru dilaporkan tidak memberikan pengecualian dan menolak pengajuan visa mereka.
Menurut laporan yang diterima, seorang tentara Israel yang tidak disebutkan namanya melaporkan bahwa visa yang dia ajukan tetap ditolak meskipun dia menyatakan tidak terlibat dalam kejahatan perang selama agresi di Jalur Gaza. Hal ini mencerminkan ketegasan kebijakan baru yang diterapkan oleh Selandia Baru dalam menanggapi isu migrasi dan keamanan.
Selandia Baru bukan satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan semacam ini. Australia juga dilaporkan mulai memberlakukan aturan serupa, yang mengakibatkan dua warga Israel lainnya ditolak masuk ke negara tersebut. Penerapan kebijakan ini menandakan peningkatan ketegasan negara-negara di kawasan Pasifik dalam mengelola visa imigrasi, terutama terhadap warga negara yang memiliki riwayat militer terkait konflik-konflik besar seperti di Gaza.
Meski begitu, Dinas Imigrasi Selandia Baru menegaskan bahwa berdinas dalam perang di Jalur Gaza tidak serta merta menjadi alasan untuk menolak pengajuan visa bagi warga Israel. Mereka menyatakan bahwa setiap kasus diperlakukan secara individual, dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan dengan kebijakan imigrasi negara tersebut.
Kebijakan ini jelas menunjukkan adanya ketegangan politik yang semakin kompleks seiring meningkatnya masalah migrasi dan hubungan internasional. Penerapan aturan yang semakin ketat terkait riwayat dinas militer ini bisa menjadi bagian dari respons terhadap dinamika global yang melibatkan hak asasi manusia, keamanan internasional, dan kebijakan luar negeri negara-negara yang terlibat.